Kasus Century Karena Perilaku Buruk Pemiliknya
Robert Tantular. (ANTARA/mediaindonesia.com)
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat hukum perbankan Pradjoto mengatakan kasus Bank Century terjadi karena perilaku buruk pemiliknya sehingga merugikan keuangan negara.

"Pemilik Bank Century melakukan penerbitan produk perbankan fiktif sehingga pada saat dilakukan penyelamatan dana dari pemerintah meningkat sangat tinggi sampai Rp6,7 triliun," kata Pradjoto di Jakarta, Selasa.

Dikatakan Pradjoto, perilaku buruk tersebut antara lain dengan menerbitkan surat-surat berharga (SSB) dan letter of credit (LC) fiktif yang diakui sebagai bagian dari aset Bank Century.

Menurut dia, perilaku buruk pemilik Bank Century terjadi karena pengawasan dari Bank Indonesia terhadap Bank Century lemah.

"Perilaku buruk itu terjadi menjelang krisis finansial global pada triwulan kedua dan ketiga tahun 2008, sehingga pemerintah melakukan penyelamatan untuk menjaga stabilitas perbankan secara kesuluruhan," kata Pradjoto.

Pradjoto juga mempertanyakan, hukuman untuk pemilik Bank Century yaitu Robert Tantular hanya empat tahun penjara dan denda Rp50 miliar, padahal kerugian negara dari bailout di bank tersebut mencapai Rp6,7 triliun.

Dikatakannya, dalam mencermati persoalan Bank Century perlu dilakukan periodesasi mulai dari rencana akuisisi tiga bank yakni Bank CIC, Bank Piko, dan Bank Danpac oleh investor asing pada 2001, proses merger ketiga bank tersebut menjadi Bank Century pada 2003-2004, hingga dilakukan bailout ke Bank Century dan setelah nya.

Di sisi lain, Pradjoto menaruh harapan, dana bailout dari pemerintah ke Bank Century sebesar Rp6,7 miliar masih bisa kembali dengan asumsi manajemen baru Bank Century yang telah berganti nama menjadi Bank Mutiara memiliki kinerja baik dan politik dalam negeri juga kondusif selama tiga tahun ke depan.

Realitasnya, kata dia, sejak diselamatkan pada November saat ini kinerja Bank Muitara terus membaik dan hanya dalam waktu 10 bulan sudah mulai mendapat profit.

"Dengan kinerja yang baik dan kondisi politik dalam negeri yang baik maka setelah tiga tahun ke depan, jika Bank Mutiara dijual dengan harga lebih dari Rp10 triliun, maka dana PMS (penyertaan modal sementara) dari pemerintah bisa kembali," kata Pradjoto.

Pradjoto juga mengingatkan Panitia Angket Kasus Bank Century DPR untuk terus berjalan dalam koridornya meski tidak bisa menerobos rahasia perbankan yakni data nasabah pemilik rekening dan nilai simpanannya.

Kalau ini sampai terjadi, kata dia, maka semua nasabah Bank Mutiara akan lari dan bank yang kinerja sudah membaik ini akan mati.

"Kalau Bank Mutiara mati, maka tidak bisa dijual dan dana PMS dari pemerintah juga tidak bisa kembali," katanya lalu mengingatkan bahwa panitia angket bukan lembaga projustisia.(*)