BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Masalah
Sistem Keuangan Islam
merupakan bagian dari konsep yang lebih luas tentang ekonomi Islam. Sistem
keuangan Islam bukan sekedar transaksi komersial, tetapi harus sudah sampai
kepada lembaga keuangan untuk dapat mengimbangi tuntutan zaman. Bentuk sistem
keuangan atau lembaga keuangan yang sesuai dengan prinsip Islam ádalah terbebas
dari unsur riba. Kontrak keuangan yang dapat dikembangkan dan dapat
menggantikan sistem riba adalah mekanisme syirkah yaitu : musyarakah
dan mudharabah (bagi hasil).
Perkembangan industri
perbankan dan keuangan syariah dalam satu dasawarsa belakangan ini
mengalami kemajuan yang sangat pesat, seperti perbankan syariah,
asuransi syariah, pasar modalsyariah, reksadana syariah, obligasi syariah,
pegadaian syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Demikian pula di sektor riil,
seperti Hotel Syariah,Multi Level Marketing Syariah, dsb.
Maka seiring berkembangnya entitas syariah di Indonesia, maka muncul juga
permintaan akan standar akuntansi syariah yang relevan di terapkan dalam suatu
entitas syariah. pada dasarnya standar akuntansi merupakan pengumuman atau
ketentuan resmi yang dikeluarkan badan berwenang di lingkungan tertentu tentang
pedoman umum yang dapat digunakan manajemen untuk menghasilkan laporan
keuangan. Dengan adanya standar akuntansi syariah, laporan keuangan
diharapkan dapat menyajikan informasi yang relevan dan dapat dipercaya
kebenarannya. Standar akuntansi juga digunakan oleh pemakai laporan keuangan
seperti investor, kreditor, pemerintah, dan masyarakat umum sebagai acuan untuk
memahami dan menganalisis laporan keuangan sehingga memungkinkan mereka untuk
mengambil keputusan yang benar. Dengan demikian, standar akuntansi memiliki
peranan penting bagi pihak penyusun dan pemakai laporan keuangan sehingga
timbul keseragaman atau kesamaan interpretasi atas informasi yang terdapat
dalam laporan keuangan.
1.2
Identifikasi
Masalah
1.
Apa saja jenis entitas syariah yang ada di Indonesia?
2.
Kapan sejarah lahirnya entitas-entitas tersebut?
3.
Apa saja produk yang ditawarkannya?
4.
Bagaimana perkembangannya sekarang?
5.
Siapa organisasi yang menyusun standar akuntansi syariah di Indonesia dan
internasional?
6.
Apa saja standar akuntansi syariah yang berlaku di Indonesia sampai
sekarang?
1.3
Tujuan Pembahasan
1.
Mengetahui jenis entitas syariah yang ada di Indonesia.
2.
Mengetahui sejarah lahirnya entitas-entitas tersebut.
3.
Mengetahui produk yang ditawarkannya.
4.
Mengetahui perkembangannya sekarang.
5.
Mengetahui organisasi penyusun standar akuntansi syariah.
6.
Mengetahui standar akuntansi syariah yang berlaku di Indonesia sampai
sekarang.
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Bank Syariah
Perbankan syariah adalah suatu sistem perbankan
yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam.
Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk
memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi
untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi
makanan/minuman haram) dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan
konvensional.
2.1.1
Sejarah
perbankan syariah di dunia dan di Indonesia
a. Sejarah lahirnya bank syariah pertama di dunia
Perbankan
syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam,
karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai
gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil
bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit
sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini
berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep
serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga,
sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan Masih di Negara yang
sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank
didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun
dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat
islam.
Islamic
Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara
yang tergabung dalam organisasi konferensi Islam, walaupun utamanya bank
tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana
untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa
pinjaman berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara
tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam.
Dibelahan
negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul.
Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic
Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic
Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973
berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims
Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk
menunaikan ibadah haji.
b. Sejarah lahirnya bank syariah pertama di Indonesia
Di Indonesia pelopor perbankan
syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini
diprakarsai oleh majelis ulama indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan
dari ikatan cendekiawan muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Pada saat pertama didirikan terkumpul komitmen pembelian saham
sebesar Rp 84 Milliar dan pada tanggal 3 Nopember 1991 dalam acara silaturrahmi
presiden di Istana Bogor, dapat dipenuhi dengan total komitmen modal disetor
awal sebesar Rp 106.126.382.000. Dengan modal awal tersebut, pada tanggal 01
Mei 1992, BMI mulai beroperasi, namun masih menggunakan UU No. 7 tahun 1992,
dimana pembahasan perbankan dengan sistem bagi hasil diuraikan hanya sepintas
lalu. BMI sampai September 1999, telah memiliki lebih 45 outlet yang tersebar
di Jakarta, Bandung, Semarang, Balikpapan dan Makasar.
Bank ini sempat terimbas
oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa
sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank
ini dan pada periode 1999-2002 akhirnya dapat bangkit dan menghasilkan laba .Saat
ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang
yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang
Perbankan.
2.1.2
Prinsip Dasar Perbankan
Syariah dan Produk yang ditawarkan
Batasan-batasan bank syariah yang harus
menjalankan kegiatannya berdasar pada syariat Islam, menyebabkan bank syariah
harus menerapkan prinsip-prinsip yang sejalan dan tidak bertentangan dengan
syariat Islam. Adapun prinsip-prinsip bank syariah adalah sebagai berikut :
1.
Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah)
Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain,
baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja
ketika si penitip menghendaki (Syafi’I Antonio, 2001).
Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah, yaitu:
a.
Wadiah Yad Al-Amanah
(Trustee Depository) adalah akad penitipan
barang/uang dimana pihak penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan
barang/uang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau
kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian
penerima titipan. Adapun aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk safe
deposit box.
b.
Wadiah Yad adh-Dhamanah
(Guarantee Depository) adalah akad penitipan
barang/uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik
barang/uang dapat memanfaatkan barang/uang titipan dan harus bertanggung jawab
terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan. Semua manfaat dan keuntungan
yang diperoleh dalam penggunaan barang/uang titipan menjadi hak penerima
titipan. Prinsip ini diaplikasikan dalam produk giro dan tabungan
2.
Prinsip Bagi Hasil (Profit
Sharing)
Sistem ini adalah suatu sistem yang
meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola
dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah:
a.
Al-Mudharabah
Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul
maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola (mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi
menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi
ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si
pengelola. Seandainya kerugian ini diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian
si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Akad
mudharabah secara umum terbagi menjadi dua jenis:
1.
Mudharabah Muthlaqah
Adalah bentuk kerjasama antara shahibul
maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi
oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.
2.
Mudharabah Muqayyadah
Adalah bentuk kerjasama antara shahibul
maal dan mudharib dimana mudharib memberikan batasan kepada shahibul
maal mengenai tempat, cara, dan obyek investasi.
b.
Al-Musyarakah
Al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.Dua jenis al-musyarakah:
1.
Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya
yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.
2.
Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih
setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah.
3.
Prinsip Jual Beli (Al-Tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu sistem
yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu
barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan
pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada
nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah
Keuntungan (margin). Implikasinya berupa :
a.
Al-Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan
keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
b.
Salam
Salam adalah
akad jual beli barang pesanan dengan penangguhan pengiriman oleh penjual dan
pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut
diterima sesuai syarat-syarat tertentu.
Bank dapat bertindak sebagai pembeli
atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika bank bertindak sebagai
penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan
dengan cara salam maka hal ini disebut salam paralel.
c.
Istishna’
Istishna’ adalah akad jual beli antara pembeli dan produsen yang juga
bertindak sebagai penjual. Cara pembayarannya dapat berupa pembayaran dimuka,
cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu. Barang pesanan harus
diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi
teknis, kualitas, dan kuantitasnya.
Bank dapat bertindak sebagai pembeli
atau penjual. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak
lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna maka hal ini disebut
istishna paralel.
4.
Prinsip Sewa (Al-Ijarah)
Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas
barang itu sendiri. Al-ijarah terbagi kepada dua jenis: (1) Ijarah,
sewa murni. (2) ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan
sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir
masa sewa.
5.
Prinsip Jasa (Fee-Based
Service)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan
non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini
antara lain:
a.
Al-Wakalah
Nasabah memberi kuasa kepada bank
untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti transfer.
b.
Al-Kafalah
Jaminan yang diberikan oleh
penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung.
c.
Al-Hawalah
Adalah pengalihan utang dari orang
yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Kontrak hawalah dalam
perbankan biasanya diterapkan pada Factoring (anjak piutang), Post-dated
check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih tanpa membayarkan dulu
piutang tersebut.
d.
Ar-Rahn
Adalah menahan salah satu harta milik
si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan
tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan
memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam
jaminan utang atau gadai.
e.
Al-Qardh
Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau
diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.
Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini
diperoleh dari dana zakat, infaq dan shadaqah.
f. Pelayanan Jasa
1. Letter of credit (L/C) impor Syariah
Bank Syariah – Basis Bank Modern L/C adalah surat pernyataan akan
membayar eksportir yang diterbitkan oleh bank atas permintaan imprtir dengan
pemenuhan prasyaratan tertentu.
2. Bank Garansi Syariah
Jaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga penerima
jaminan atas pemenuhan kewajiban tertentu nasabah bank selaku pihak yang di
jamin kepada pihak ketiga dimaksud.
3. Penukaran Valuta Asing (sharf)
Transaksi penukaran mata uang yang berlainan jenis, baik membeli
atau menjual kepada nasabah.
2.1.3 Perkembangan
Bank Syariah
Perkembangan
perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi
ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer
bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan sistem ini ditengah
menjamurnya bank-bank konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998
telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena
kegagalan sistem bunganya. Sementara perbankan yang menerapkan sistem syariah
dapat tetap eksis dan mampu bertahan.
Hingga tahun 1998 praktis bank syariah
tidak berkembang. Baru setelah diluncurkan Dual Banking System melalui
UU No. 10/1998, perbankan syariah mulai menggeliat naik. Dalam 5 tahun saja
sejak diberlakukan Dual Banking System, pelaku bank syariah bertambah
menjadi 10 bank dengan perincian 2 bank merupakan entitas mandiri (BMI dan Bank
Syariah Mandiri) dan lainnya merupakan unit/divisi syariah bank konvensional.
Tidak
hanya itu, di tengah-tengah krisis keuangan global yang melanda dunia pada
penghujung akhir tahun 2008, lembaga keuangan syariah kembali membuktikan
daya tahannya dari terpaan krisis. Lembaga-lembaga keuangan syariah tetap
stabil dan memberikan keuntungan, kenyamanan serta keamanan bagi para pemegang
sahamnya, pemegang surat berharga, peminjam, dan para penyimpan dana di
bank-bank syariah.
Perbankan
syariah sebenarnya dapat menggunakan momentum ini untuk menunjukkan bahwa
perbankan syariah benar-benar tahan dan kebal krisis dan mampu tumbuh dengan
signifikan. Oleh karena itu perlu langkah-langkah strategis untuk
merealisasikannya.
Langkah
strategis pengembangan perbankan syariah yang telah di upayakan adalah
pemberian izin kepada bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang unit
usaha syariah (UUS) atau konversi sebuah bank konvensional menjadi bank
syariah. Langkah strategis ini merupakan respon dan inisiatif dari perubahan
Undang – Undang perbankan no. 10 tahun 1998. Undang-undang pengganti UU no.7
tahun 1992 tersebut mengatur dengan jelas landasan hukum dan jenis-jenis usaha
yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah.
Untuk
menilai perkembangan bank syariah dari tahun ke tahun biasanya menggunakan
beberapa standar, diantaranya :
1. Jumlah aktiva.
2. dana pihak ketiga (DPK).
3. pembiayaan bank.
a.
Faktor-Faktor Pendukung Perkembangan Perbankan syariah
Keberadaan bank Islam di Indonesia masih memiliki peluang yang mengembirakan
dan perlu dioptimalkan guna membangun kembali sistem perbankan yang sehat dalam
rangka mendukung program pemulihan dan pendayaan ekonomi nasional, selain
restrukturisasi perbankan. Hal itu dikarenakan adanya beberapa pertimbangan,
antara lain ;
1.
Kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat menerima konsep
bunga.
Rakyat Indonesia yang sebagian besar beragama Islam merupakan
faktor penggerak kebutuhan akan hadirnya perbankan syariah yang tidak
menggunakan sistem bunga yang mendekati dengan riba yang jelas-jelas dilarang
dalam islam.
2.
Peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan.
Dalam sistem perbankan konvensional, konsep yang diterapkan adalah
hubungan debitur dan kreditur yang antagonis (debitor to creditor relationship). Seorang debitur harus dan wajib
mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya, apakah debitur mendapatkan untung
atau rugi. Kreditur tidak mau ambil peduli. Hal ini berbeda dengan sistem
perbankan syariah. Konsep yang diterapkan adalah hubungan antar investor yang
harmonis (mutual investor relationship),
sehingga adanya saling kerjasama dan kepercayaan karena dalam perbankan syariah
menerapkan nilai ilahiyah sebagai pengendali yang bersifat transendental dan
nilai keadilan, persaudaraan, kepedulian sosial yang bersifat horisontal.
3.
Kebutuhan akan produk dan jasa perbankan unggulan
Sistem perbankan syariah memiliki keunggulan komparatif berupa penghapusan
pembebanan bunga yang berkesinambungan (perpetual
interest effect), membatasi kegiatan spekulasi yang tidak produktif dan
pembiayaan yang ditujukan pada usaha-usaha yang memperhatikan unsur moral (halal). Produk perbankan seperti berupa
tabungan, giro dan deposito yang menerapkan prinsip-prinsip simpanan (depository), bagi hasil (profit sharing), jual beli (sale and purchase), sewa (operational lease and financial lease),
jasa (fee based services).
4.
Peningkatan jumlah lembaga keuangan syariah
Gairah perbankan nasional, baik keinginan untuk membuka kantor
bank umu syariah ataupun kantor unit syariah dapat terlihat dari perkembangan
yang pesat jumlah perbankan syariah di Indonesia
5.
Adanya pelayanan yang meluruskan pelanggan dengan cara sesuai Islam
Hal itu dapat terbukti dengan diraihnya penghargaan Quality Assurance Service Australia,
predikat ISO 9001 tahun 2000 untuk pelayanan bank khususnya customer service dan taller banking diberikan pada BMI, serta
Market Research Indonesian tahun
2000, yang memasukkan BMI masuk deretan unggulan terbaik dari 5 bank dalam
pelayanan.
b. Faktor-Faktor Penghambat
Tidak obyektif kiranya jika kita hanya menampilkan faktor
pendorong perkembangan perbankan syariah di Indonesia tanpa menjelaskan juga
faktor penghambat yang merupakan tantangan bagi kita, terutama berkaitan dengan
penerapan suatu sistem perbankan yang baru, suatu sistem yang mempunyai sejumlah
perbedaan prinsip-prinsip dengan sistem yang dominan dan telah berkembang pesat
di Indonesia. Faktor-faktor penghambat itu adalah sbb. :
1.
Pemahaman masyarakat yang belum tepat terhadap kegiatan operasional bank
syariah
Hal demikian, dikarenakan masih dalam tahap awal pengembangan
dapat dimaklumi bahwa pada saat ini pemahaman sebagian masyarakat mengenai
sistem dan prinsip perbankan syariah masih belum tepat. Pada dasarnya, Sistem
Ekonomi Islam telah jelas, yaitu melarang praktek riba serta akumulasi kekayaan
hanya pada pihak tertentu secara tidak adil, akan tetapi, secara praktis,
bentuk produk dan jasa pelayanan, prinsip-prinsip dasar hubungan antar bank dan
nasabah, serta cara-cara berusaha yang halal dalam bank syariah, masih perlu
disosialisasikan secara luas. Adanya perbedaan karakteristik produk bank
konvensional dengan bank syariah telah menimbulkan adanya keengganan bagi
pengguna jasa perbankan. Keengganan tersebut antara lain disebabkan oleh
hilangnya kesempatan mendapatkan penghasilan tetap berupa bunga dari simpanan.
Oleh karena itu, secara umum perlu diinformasikan bahwa dana pada bank syariah
juga dapat memberikan keuntungan finansiil yang kompetitif.
2.
Jaringan kantor bank syariah yang belum luas
Pengembangan jaringan kantor bank syariah diperlukan dalam rangka perluasan
jangkauan pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu, kurangnya jumlah bank
syariah yang ada juga menghambat perkembangan kerjasama antar bank syariah.
Kerjasama yang sangat diperlukan antara lain, berkenaan dengan penempatan dana
antar bank dalam hal mengatasi masalah likuiditas sebagai suatu badan usaha,
bank syariah perlu beroperasi dengan skala yang ekonomis. Karenanya, jumlah
jaringan kantor bank yang luas juga akan meningkatkan efisiensi usaha. Berkembangnya
jaringan bank syariah juga diharapkan dapat meningkatkan komposisi ke arah
peningkatan kualitas pelayanan dan mendorong inovasi produk dan jasa bank
syariah.
3.
Kecilnya market share
Adanya bank syariah yang beroperasi dengan tujuan utama
menggerakan perekonomian secara produktif. Di samping sungguh-sungguh
menjalankan fungsi intermediasi karena secara syariah tugas bank selaku mudharib (pengelola dana) harus
menginvestasikan pada sektor ekonomi secara riil untuk kemudian berbagi hasil dengan
sahibul maal (pemilik dana) sesuai
dengan nisbah yang disepakati.
Masih kecilnya market share itu disebabkan antara lain karena bank
syariah mempunyai keterbatasan dana baik dari segi permodalan maupun jumlah
dana masyarakat yang berhasil dihimpun karena alasan-alasan seperti yang
diungkapkan di atas.
4.
Sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam bank syariah masih
sedikit
Kendala-kendala di bidang sumber daya manusia dalam pengembangan perbankan
syariah disebabkan karena sistem ini masih belum lama dikembangkan. Disamping
itu, lembaga-lembaga akademik dan pelatihan dibidang ini sangat terbatas sehingga
tenaga terdidik dan berpengalaman dibidang non perbankan syariah, baik dari
sisi bank pelaksana maupun dari bank sentral (pengawas dan peneliti bank), masih
sangat sedikit.
2.2
Asuransi Syariah
Definisi asuransi syari'ah menurut Dewan Syariah Nasional (DSN)
adalah usaha untuk saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah
orang melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko
/bahaya tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Asuransi Syariah adalah
sebuah sistem dimana para partisipan/anggota/peserta mendonasikan/menghibahkan
sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim, jika
terjadi musibah yang dialami oleh sebagian partisipan/anggota/peserta. Peranan
perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan operasional perusahaan asuransi
serta investasi dari dana-dana/kontribusi yang diterima/dilimpahkan kepada
perusahaan.
Asuransi syari'ah disebut juga dengan asuransi ta'awun yang artinya tolong menolong atau saling membantu . Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta'awun prinsip dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta. Prinsip ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 2, yang artinya :
Asuransi syari'ah disebut juga dengan asuransi ta'awun yang artinya tolong menolong atau saling membantu . Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta'awun prinsip dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta. Prinsip ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 2, yang artinya :
"Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan
dan jangan saling tolong menolong dalam
dosa dan permusuhan"
2.2.1 Dasar
Syariah dalam Asuransi Syariah
a.
Perintah
Allah SWT Untuk Mempersiapkan Hari Depan.
Allah SWT berfirman QS. An-Nisa/ 04 : 09 :
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ
ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا
قَوْلاً سَدِيدًا
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
Ayat ini menggambarkan kepada kita tentang pentingnya
planning atau perencanaan yang matang dalam mempersiapkan hari depan. Nabi
Yusuf as, dicontohkan dalam Al-QurÂ’an membuat sistem proteksi menghadapi
kemungkinan yang buruk di masa depan (QS. Yusuf/ 12 : 43 – 49)
b.
Berasuransi
tidaklah berarti menolak takdir atau menghilangkan ketawakalan kepada Allah
SWT, karena :
·
Karena
segala sesuatunya terjadi setelah berpikir dengan baik, bekerja dengan penuh kesungguhan,
teliti dan cermat.
·
Segala
sesuatu yang terjadi di dunia ini, semuanya ditentukan oleh Allah SWT. Adapun
manusia hanya diminta untuk berusaha semaksimal mungkin.
Allah SWT berfirman QS.
Attaghabun/ 64 : 11)
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللَّهِ
“Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang
kecuali dengan izin Allah.”
Jadi pada dasarnya Islam mengakui bahwa kecelakaan, musibah
dan kematian merupakan qodho dan qodar Allah yang tidak dapat ditolak. Hanya
kita diminta untuk membuat perencanaan hari depan (QS. A-Hasyr/ 59 : 18)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.”
2.2.2
Sejarah asuransi syariah di Indonesia
Kebangkitan sektor keuangan syariah yang
kedua setelah perbankan, dialami oleh asuransi. Itu terjadi pada tahun 1994,
ketika untuk pertama kalinya didirikan perusahaan asuransi berlandaskan syariah
di Indonesia yaitu PT Syarikat Takaful Indonesia (STI) dengan modal dasar Rp 25
miliar dan modal disetor Rp 9 miliar. PT STI sendiri memiliki dua anak
perusahaan, yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) dan PT Asuransi Takaful
Umum (ATU).
Pada tiga tahun pertama beroperasi,
yaitu 1994, 1995 dan 1996, PT ATK mengalami kerugian kumulatif sebesar Rp 1,383
miliar. Namun mulai tahun 1997, PT ATK mulai berhasil membukukan laba yaitu
sebesar Rp 135 juta. Laba itu terus tumbuh pada tahun 1998 menjadi Rp 312 juta,
namun menurun kembali pada 1999 menjadi Rp 221. Kondisi ini sebetulnya relatif
baik, mengingat pada tahun-tahun itu ekonomi Indonesia tengah dilanda krisis.
Dibandingkan di sejumlah negara bahkan
negara yang mayoritas penduduknya adalah nonmuslim- keberadaan asuransi Takaful
di Indonesia terbilang terlambat. Di Luxemburg, Geneva dan Bahamas misalnya,
asuransi Takaful sudah ada sejak tahun 1983. Sementara di negara-negara yang
penduduknya mayoritas muslim, keberadaannya sudah jauh lebih lama seperti di
Sudan (1979), Saudi Arabia (1979), Bahrain (1983), Malaysia (1984) dan Brunei
Darussalam (1992).
2.2.3
Perbedaan
asuransi syariah dan konvensional
1. Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong menolong). Dimana nasabah yang satu menolong
nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi
konvensional bersifat tadabuli (jual
beli antara nasabah dengan perusahaan).
2. Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah
(premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah).Sedangkan pada asuransi
konvensional investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem
bunga.
3. Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik
nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan
pada asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaanlah
yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana
tersebut.
4. Bila ada peserta yang terkena musibah untuk pembayaran klaim
nasabah dana diambilkan dari rekening tabarru’(dana
sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong menolong.
Sedangkan dalam asuransi konvensional dana pembayaran klaim diambil dari
rekening milik perusahaan.
5. Keuntungan investasi di bagi dua antara nasabah selaku pemilik
dana dengan perusahaan selaku pengelola dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan
dalam asuransi konvensional keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan.
Jika tidak ada klaim nasabah tak memperoleh apa-apa.
6. Adanya Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah
yang merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen
produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat
Islam.
2.2.4
Produk asuransi syariah
1.
Takaful
dana pendidikan (fulnadi)
Fulnadi adalah program asuransi untuk
perseorangan yang bertujuan untuk menyediakan dana pendidikan untuk putra-putri
peserta sampai pendidikan tingkat sarjana dengan manfaat proteksi atas resiko
meninggal.
2.
Takaful
asuransi jiwa murni (Al-Khairat)
Takaful Al-Khairat adalah suatu bentuk
perlindungan yang manfaat proteksinya diperuntukkan bagi ahli waris apabila
pemegang polis ditakdirkan meninggal dalam masa perjanjian.
3.
Asuransi
jiwa kesehatan (takaful falah)
Adalah produk Asuransi Takaful Keluarga yang
dirancang secara khusus bagi peserta yang menginginkan manfaat asuransi secara
menyeluruh, ketika peserta mengalami musibah meninggal baik karena sakit
ataupun kecelakaan.
4.
Asuransi
kesehatan group/kumpulan (fulmedicare)
Adalah Program Asuransi Kesehatan yang
memberikan manfaat pelayanan kesehatan bagi peserta yang mengalami sakit karena
resiko penyakit atau kecelakaan.
5.
Asuransi
kesehatan keluarga (family care)
Takaful Family Care adalah program asuransi
kesehatan yang khusus diperuntukkan bagi keluarga. Jumlah minimal peserta
adalah 2 orang.
6.
Asuransi
mobil (tafakul abror)
Produk Takaful yang menggantikan kerugian atas kendaraan
bermotor yang disebabkan musibah kecelakaan, pencurian serta tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga.
7.
Asuransi
perlindungan rumah (tafakul baituna)
Merupakan paket istimewa dari Takaful yang melindungi rumah
dari risiko kebakaran yang dilengkapi dengan perangkat perlindungan ekstra.
2.2.5 Perkembangan
asuransi syariah
Hingga Januari 2008, di Indonesia sudah ada 3
perusahaan yang full asuransi syariah, 32 cabang asuransi syariah, dan 3 cabang
reasuransi syariah. Pertumbuhan premi industri bisa menembus Rp 1 trilun tahun
ini. Rencana masuknya asuransi raksasa di pasar asuransi syariah diharapkan
mendukung pencapaian target itu.
Perolehan premi industri asuransi syariah tanah air
diperkirakan kembali mengulang prestasi tahun lalu dengan tumbuh sebesar
60%-70%. pada 2006, industri asuransi syariah membukukan pertumbuhan premi
sebesar 73% dengan nilai total Rp 475 miliar. Kendati asuransi syariah
mengalami pertumbuhan yang pesat, kontribusi terhadap total industri baru
mencapai 1,11% per 2006 dan diperkirakan meningkat ke posisi 1.33% tahun ini.
Hal itu tidak terlepas dari jumlah pelaku industri asuransi syariah yang masih
terbatas dan baru menunjukkan peningkatan dalam dua tahun terakhir.
a.
Tantangan Perkembangan Asuransi
Syariah
Tantangan terbesar yang dihadapi oleh industri asuransi
syariah bersumber pada dua hal utama yaitu permodalan dan sumber daya manusia.
Tantangan-tantangan lain seperti masalah, ketidaktahuan masyarakat terhadap
produk asuransi syariah, image dan lain sebagainya merupakan akibat dari dua
masalah utama tersebut.
1.
Minimnya Modal
Beberapa hal yang menjadi penyebab relatif
rendahnya penetrasi pasar asuransi syariah dalam sepuluh tahun terakhir adalah
rendahnya dana yang memback up perusahaan asuransi syariah, promosi
dan edukasi pasar yang relatif belum dilakukan secara efektif (terkait dengan
lemahnya dana), belum timbulnya industri penunjang asuransi syariah seperti
broker-broker asuransi syariah, agen, adjuster, dan lain sebagainya.
2.
Kurangnya SDM yang Profesional
Terus bertambahnya perusahaan asuransi syariah
merupakan kabar baik bagi perkembangan industri tersebut. Namun, sayangnya hal
itu tidak diimbangi dengan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) asuransi
syariah yang berkualitas. Seringkali, pembukaan cabang atau divisi asuransi
syariah baru hanya didukung
jumlah SDM terbatas.
Berdasarkan data Islamic Insurance
Society (IIS) per Maret lalu, sekitar 80 persen dari seluruh cabang atau
divisi asuransi syariah belum memiliki staf ahli syariah. Padahal, keahlian
staf ahli syariah sangat dibutuhkan dalam mendorong perkembangan inovasi produk
asuransi syariah. Hal tersebut berdampak pada kurang berkembangnya produk
inovatif di industri asuransi syariah. Saat ini, sebagian besar cabang atau divisi
asuransi syariah lebih memilih untuk meniru produk asuransi konvensional lalu
dikonversi menjadi syariah (mirroring).
3.
Ketidaktahuan Masyarakat Terhadap
Produk Asuransi Syariah
Ketidaktahuan mengenai produk asuransi syariah (takaful) dan mekanisme kerja merupakan
kendala terbesar pertumbuhan asuransi jiwa ini. Akibatnya, masyarakat tidak
tertarik menggunakan asuransi syariah, dan lebih memilih jasa asuransi
konvensional.
4.
Dukungan Pemerintah Belum Memadai
Kendala lainnya adalah masalah regulasi.
Penerapan syariah yang makin meluas dari industri keuangan dan permodalan
membutuhkan regulasi yang tidak saling bertentangan atau tumpang tindih dengan
aturan sistem ekonomi konvensional. Para pelaku ekonomi syariah sangat
mengharapkan regulasi untuk sistem ekonomi syariah ini bisa memudahkan mereka
untuk berekspansi bukan membatasi. Saat
ini, peraturan tentang permodalan masih menjadi kendala perbankan syariah untuk
melakukan penetrasi dan ekpansi pasar.
5.
Image
Salah satu tantangan besar bisnis asuransi
syariah di Indonesia dan negara lainnya adalah meyakinkan masyarakat akan
keuntungan menggunakan asuransi syariah. Perlu sekali mensosialisasikan
asuransi syariah bukan saja berasal dari agama, tetapi memperlihatkan
keuntungan..
b.
Strategi Pengembangan Asuransi
Syariah
1.
Struktur
permodalan yang kuat sangat dibutuhkan untuk mengangkat industri asuransi
syariah. Dengan modal yang kuat perusahaan asuransi syariah akan dapat
melaksanakan fungsi-fungsi yang semestinya, antara lain edukasi pasar melalui
berbagai media komunikasi untuk menjelaskan keberadaan asuransi syariah,
keunggulannya, manfaatnya serta kebersihan dari keraguan, pengembangan produk
secara berkelanjutan, back-uo keuangan yang kokoh untuk membangkitkan
kepercayaan publik.
2.
Untuk
Mengatasi kekurangan SDM yang Profesional dapat diatasi dengan akan mendorong
peningkatan kuantitas dan kualitas SDM asuransi syariah melalui beberapa
program sertifikasi.
3.
Untuk
memasyarakatkan dan meningkatkan asuransi syariah maka LKS harus mengembangkan
teknologi informasi yang terdepan, serta meningkatkan promosi dan sosialisasi
di segala lapisan masyarakat.
Gadai dalam fiqh diebut Rahn, yang menurut bahasa
adalah tetap, kekal, dan jaminan. Menurut beberapa mazhab, Rahn berarti perjanjian penyerahan
harta oleh pemiliknya dijadikan sebagai pembayar hak piutang tersebut, baik
seluruhnya maupun sebagian. Penyerahan jaminan tersebut tidak harus bersifat
actual (berwujud), namun yang terlebih penting penyerahan itu bersifat legal
misalnya berupa penyerahan sertifikat atau surat bukti kepemilikan yang sah
suatu harta jaminan. Menurut mahab Syafi’i dan Hambali, harta yang dijadikan
jaminan tersebut tidak termasuk manfaatnya.
Gadai syariah adalah
produk jasa berupa pemberian pinjaman menggunakan sistem gadai
dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip syariat Islam, yaitu antara lain tidak
menentukan tarif jasa dari besarnya uang pinjaman.
Perusahaan Umum Pegadaian adalah satu-satunya badan usaha
di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan
lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke
masyarakat atas dasar hukum gadai seperti dimaksud dalm Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150 di atas. Tugas pokoknya adalah
memberikan pinjaman kepada masyarakat atas dasar hukum gadai agar masyarakat
tidak dirugikan oleh kegiatan lembaga keuangan informal yang cenderung
memanfaatkan kebutuhan dana mendesak dari masyarakat.
2.3.1 Dasar Syariah Dalam Pegadaian Syariah
Sebagaimana halnya instritusi yang berlabel syariah, maka landasan konsep
pegadaian Syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al
Quran dan Hadist Nabi SAW. Adapun landasan yang dipakai adalah :
Al-Quran Surat Al Baqarah : 283
”Jika kamu dalam
perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh
seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka
sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan”
Dalam Q.S. An-Nisa : 29 Allah SWT berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.”
2.7.2 Sejarah lahirnya pegadaian syariah di Indonesia
Terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990 dapat
dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu
dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk
mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP103/2000
yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang.
Banyak pihak berpendapat bahwa
operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 tentang
Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus diakui belakangan
bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Allah
SWT dan setelah melalui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep
pendirian unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal pembentukan
divisi khusus yang menangani kegiatan usaha syariah.
Konsep operasi Pegadaian syariah mengacu pada sistem administrasi modern
yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan dengan
nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh
kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah/ Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS)
sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian.
ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural terpisah
pengelolaannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian Syariah pertama kali
berdiri di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah ( ULGS) Cabang
Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003. Menyusul kemudian pendirian ULGS di
Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta di tahun yang sama
hingga September 2003. Masih di tahun yang sama pula, 4 Kantor Cabang Pegadaian
di Aceh dikonversi menjadi Pegadaian Syariah.
2.7.3
Teknik Transaksi Pegadaian Syariah
Pada dasarnya Pegadaian Syariah berjalan atas dua akad
transaksi syariah, yaitu :
1.
Akad
Rahn. Rahn
yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk
mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
2.
Akad
Ijarah. Yaitu
akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah
sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri.
Dari landasan Syariah tersebut maka
mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai berikut :
Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian
menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat
yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi
nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses
kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa
kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Pegadaian Syariah akan
memperoleh keutungan hanya dari
bea sewa tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang
diperhitungkan dari uang pinjaman.. Sehingga di sini dapat dikatakan proses
pinjam meminjam uang hanya sebagai “lipstick”
yang akan menarik minat konsumen untuk menyimpan barangnya di Pegadaian.
baca materi akuntansi syariah lainnya :
0 komentar:
Posting Komentar
Berilah Komentar Apabila anda menyukai materi di atas!komentar bersifat membangun dan gunakan kata-kata sepatutnya..Terimakasih