Blogger news

Sabtu, 07 Januari 2012

KEWAJIBAN



Seperti aset, kewajiban merupakan elemen neraca yang akan membentuk informasi sematik berupa posisi keuangan bila dihubungkan dengan elemen yang lain yaitu aset dan ekuitas atau pos-pos rinciannya.
Pengertian
FASB mendefinisikan kewajiban dalam kerangka konseptual sebagai berikut (SFAC No. 6 prg. 35):
Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti dan timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransfer aset atau menyediakan jasa kepada kesatuan lain dimasa datang sebagai akibat transaksi masa lalu.
Definisi dari FASB ini digunakan sebagai basis pembahasan karena cukup lengkap secara semantik. Artinya definisi tersebut mencakupi berbagai gagasan atau kata kunci yang terkandung dalam beberapa definisi kewajiban oleh sumber-sumber yang lain. Secara umum kewajiban memiliki 3 karakteristik utama yaitu:
a.    Pengorbanan manfaat ekonomik masa datang
b.    Keharusan sekarang untuk mentransfer aset
c.    Timbul akibat transaksi masa lalu
Seperti aset, karakteristik (a) merupakan kriteria utama yang memuat aspek semantik, sedangkan (b) dan (c) lebih memuat aspek struktural pengakuan.
Pengorbanan Manfaat Ekonomik
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban maka suatu objek harus memuat suatu tugas atau tanggungjawab kepada pihak lain yang mengharuskan kesatuan usaha untuk melunasi , menunaikan, atau melaksanakannya dengan cara mengorbankan manfaat ekonomik yang cukup pasti dimasa yang akan datang. Pengorbanan manfaat ekonomik diwujudkan dalam bentuk transfer atau penggunaan aset kesatuan usaha. Cukup pasti dimasa datang mengandung makna bahwa jumlah rupiah pengorbanan dapat ditentukan dengan layak.
Transfer manfaat ekonomik kepada pemegang saham tidak termasuk dalam pengertian pengorbanan sumber ekonomik masa datang yang membentuk kewajiban karena untuk menjadi kewajiban pengorbanan tersebut harus bersifat memaksa dan bukan atas dasar kebijakan manajemen untuk memutuskan baik dalam hal jumlah rupiah maupun saat transfer. Secara umum, keharusan untuk mengorbankan sumber ekonomik masa datang dapat menjadi kewajiban kalau keharusan tersebut bersifat terbuka dan tidak pasti. Kesatuan usaha tidak memiliki keharusan untuk mentransfer aset ke pemilik kecuali dalam hal kesatuan usaha dilikuiditas.
Walaupun secara konseptual ekuitas juga merupakan kewajiban bagi perusahaan, pengorbanan sumber ekonomiknya tidak cukup pasti baik dalam jumlah maupun saat sehingga kewajiban harus dibedakan dan dilaporkan secara terpisah.
Keharusan Sekarang
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik masa datang harus timbul akibat keharusan (obligation atau duties) sekarang. Pengertian sekarang dalam hal ini mengacu pada 2 hal yaitu waktu dan adanya.  Waktu yang dimaksud adalah tanggal pelaporan neraca. Artinya pada tanggal neraca kalau perlu pengorbanan sumber ekonomik harus dipenuhi karena keharusan untuk itu telah ada. Perbedaan ini terjadi akibat sifat yang melekat pada kewajiban yaitu bunga yang bermakna sebagai nilai waktu uang atau harga penundaan.
Menurut Kam (1990. Hlm 111-112) pendefenisikan kewajiban sebagai pengorbanan sumber ekonomik masa datang tidak menunjuk pada sesuatu yang sekarang ada dan nyata, tapi menunjuk pada kejadian masa datang yang jelas belum terjadi. Jadi keharusan sekarang seharusnya menjadi fokus atau kata kunci definisi. Lebih dari itu pengorbanan sumber ekonomik masa datang sebenarnya sama maknanya dengan transfer aset atau penyerahan jasa dimasa datang.
Keharusan mengorbankan sumber ekonomik dapat timbul akibat perjanjian kontrak antara dua kesatuan usaha, pengenaan pada entitas pemerintah atau pengadilan, kondisi lingkungan bisnis. Pengertian kewajiban mencakupi keharusan kontraktual, keharusan konstruktif, keharusan demi keadilan, dan keharusan bergantung atau bersyarat. Walaupun keharusan-keharusan tersebut menimbulkan kewajiban, tapi tidak semua kewajiban harus diakui dalam akuntansi.
Keharusan kontraktual adalah keharusan yang timbul akibat perjanjian atau peraturan hukum yang didalamnya kewajiban bagi suatu kesatuan usaha dinyatakan secara eksplisit atau implisit dan mengikat. Kewajiban ini muncul karena aspek hukum sebagai lingkungan eksternal yang tidak dapat dihindari dan dapat memaksakan secara hukum untuk memenuhinya (legally enforceable). Utang pajak, utang bunga, utang usaha, utang wesel, utang obligasi merupakan kewajiban yang terkait dengan keharusan kontraktual.
Keharusan konstruktif adalah keharusan yang timbul akibat kebijakan kesatuan usaha dalam rangka menjalankan dan memajukan usahanya untuk memenuhi apa yang disebut praktek usaha yang baik atau etika bisnis dan bukan untuk memenuhi kewajiban yuridis. Kebijakan tersebut menimbulkan kewajiban karena kesatuan usaha yang sengaja memberi, mengkonstruksi, atau membentuk hak bagi pihak lain tanpa harus melalui perjanjian tertulis yang disepakati kedua pihak.
Keharusan demi keadilan adalah keharusan yang ada sekarang yang menimbulkan kewajiban bagi perusahaan semata-mata karena panggilan etis atau moral daripada karena peraturan hukum atau bisnis yang tidak sehat. Keharusan ini muncul dari tugas kepada pihak lain untuk melaksanakan sesuatu yang dipandang wajar, adil, dan benar menurut hati nurani dan rasa keadilan. Tidak ada sanksi hukum untuk tidak memenuhi keharusan ini tetapi kewajiban ini mengikat lantaran sanksi sosial dan moral. Kewajiban memberi donasi untuk badan amal tiap akhir tahun dan kewajiban memberi hadiah kepada penduduk yang tinggal disekitar pabrik karena ketidaknyamanan yang ditimbulkannya merupakan contoh kewajiban yang dilandasi oleh keharusan demi keadilan. Keharusan konstruktif dan demi keadilan merupakan keharusan karena kehendak sendiri atau pertimbangan internal walaupun bentuk konsekuen keuangannya sama seperti keharusan kontraktual.
Keharusan bergantung atau bersyarat adalah keharusan yang pemenuhannya tidak pasti karena bergantung pada masa datang atau terpenuhinya syarat-syarat tertentu dimasa datang. Ketergantungan adalah suatu kondisi, situasi atau serangkaian keadaan yang melibatkan ketidakpastian yang menyangkut laba atau rugi yang mungkin terjadi. Keharusan bergantung merupakan salah satu bentuk ketergantungan yang berkaitan dengan rugi (loss contigency).
Akibat Transaksi Atau Kejadian Masa Lalu
Untuk mengakui sebagai kewajiban, selain definisi, kriteria lain (keterukuran, keberpautan, dan keterandalan) juga harus terpenuhi. Transaksi masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi tapi bukan kriteria untuk pengakuan. Transaksi masa lalu yang dimaksud adalah transaksi yang menimbulkan keharusan sekarang telah terjadi.
Hak-Kewajiban tak bersyarat
Konsep ini menyatakan bahwa walaupun kontrak telah ditandatangani, salah satu pihak tidak mempunyai kewajiban apapun sebelum pihak lain memenuhi apa yang menjadi hak pihak lain. Jadi konsep ini menyatakan bahwa “tidak ada hak tanpa kewajiban dan sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak”. Secara teknis dapat diartikan bahwa hak atau kewajiban timbul bila salah satu pihak telah berbuat sesuatu.
Karakteristik Pendukung
Karakteristik pendukung hanya menegaskan adanya kewajiban tapi tidak membatalkan suatu objek untuk disebut sebagai kewajiban.
Keharusan membayar kos
Keharusan membayar kas pada waktu dan jumlah rupiah tertentu dimasa datang merupakan petunjuk yang kuat atau jelas mengenai adanya kewajiban. Tapi untuk menjadi kewajiban, penyerahan aset bukan satu-satunya kriteria tetapi meliputi pula penyerahan jasa.
Identitas terbayar jelas
Untuk menjadi kewajiban di akhir tahun, pada saat itu identitas terbayar tidak harus diketahui. Jadi yang penting bahwa keharusan sekarang pengorbanan sumber ekonomik dimasa datang telah ada dan bukan siapa yang harus dilunasi atau dibayar.
Berkekuatan Hukum
Adanya daya paksa yuridis hanya menunjukkan bahwa kewajiban tersebut memang ada dan dapat dibuktikan secara yuridis material. Meskipun demikian, daya paksa yang melekat pada klaim-klaim hukum bukan merupakan syarat mutlak untuk mengakui adanya kewajiban. Keharusan melakukan pengorbanan manfaat ekonomik masa datang tidak harus timbul dari desakan pihak eksternal tapi dari minat dan kebijakan internal manajemen.
Dari apa yang diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa definisi kewajiban sebenarnya merupakan bayangan cermin dari definisi aset. Transaksi, kejadian, atau keadaan dapat mempengaruhi aset dan kewajiban secara bersamaan karena konsep kesatuan usaha yang mendasari sistem berpasangan.
Pengakuan, Pengukuran dan Penilaian
Kalau aset yang dipresentasikan oleh kos mengalami tiga tahap perlakuan (perolehan, pengolahan, dan penyerahan), kewajiban sebenarnya juga mengalami tiga tahap perlakuan yaitu: penangguhan, penelusuran, dan pelunasan. Penentuan kos setiap saat dapat disebut dengan penilaian kewajiban. Begitu terjadi dan dicatat dan diakui, kewajiban akan tetap menjadi kewajiban sampai kesatuan usaha untuk menyelesaikannya, atau sampai adanya transaksi yang  dibatalkannya atau yang membebaskan kesatuan usaha dari keharusan untuk mengikat sehingga suatu melunasinya.
Pengakuan
Pengakuan merupakan prosedur aplikasi untuk menandai adanya elemen dan saat dipenuhinya kriteria pengakuan umum. Dalam hal kewajiban, kaidah pengakuan berkaitan dengan saat atau apa yang menandai bahwa kewajiban telah mengikat  sehingga suatu kewajiban dapat diakui. Kam mengajukan empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban yaitu (hlm. 119-120)
1.        Ketersediaan dasar hukum
2.        Keterterapan konsep dasar konservatisma
3.        Ketertentuan substansi ekonomik transaksi
4.        Keterukuran nilai kewajiban
Keempat kaidah tersebut secara teknis memicu pencatatan atau pengakuan kewajiban.
Ketersediaan dasar hukum
Kaidah ini terkait dengan kualitas keterandalan dan keberpautan informasi. Faktur pembelian dan tanda penerimaan barang merupakan dasar hukum yang cukup meyakinkan untuk mengakui kewajiban. Telah disebutkan bahwa ketersediaan dasar hukum yang menimbulkan daya paksa hanya merupakan karakteristik pendukung definisi kewajiban. Jadi kaidah ini tidak mutlak sehingga kewajiban juga dapat diakui bila terdapat bukti substantif adanya keharusan konstuktif atau demi keadilan.
Keterapan konsep dasar konservatisma
Kaidah ini merupakan penjabaran teknis kriteria keterandalan. Keadaan tertentu yang menjadikan konsep konservatisma terterapkan dapat memicu pengakuan kewajiban. Implikasi konsep konservatisma adalah rugi dapat segera diakui tetapi tidak demikian dengan untung. Ini berarti kewajiban dapat diakui segera sedangkan aset tidak. Gugatan perdata terhadap suatu perusahaan yang boleh jadi menimbulkan rugi baginya dapat memicu pencatatan kewajiban atas dasar penerapan konservatisma.
Ketertentuan substantif ekonomik transaksi
Kaidah ini berkaitan dengan masalah relevansi informasi. Utang sewaguna dapat diakui pada saat transaksi meskipun tidak ada transfer hak milik dalam transaksi sewaguna tersebut. Dalam hal ini kewajiban harus diakui kalau secara substantif, sewaguna tersebut sebenarnya adalah pembelian angsuran.
Keterukuran nilai kewajiban
Keterukuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai kualitas keterandalan informasi. Definisi kewajiban mengandung kata cukup pasti yang mengacu pada tidak hanya pada terjadinya pengorbanan sumber ekonomik masa datang tapi juga pada jumlah rupiahnya. Kalau pengukuran suatu pos kewajiban bersifat subjektif dan arbitrer, pada umumnya pos tersebut tidak diakui.
Pada umumnya saat pengakuan terjadi sangat jelas karena kebanyakan kewajiban timbul dari kontrak yang menyebutkan secara jelas karena kebanyakan kewajiban timbul dari kontrak yang menyebutkan secara tegas saat mengikatnya kontrak, jumlah rupiah pembayaran kewajiban, dan saat pembayaran. Hendriksen dan van breda menunjukkan saat-saat untuk mengakui kewajiban yaitu:
a.    Pada saat penandatangan kontrak bila pada saat itu hak dan kewajiban telah mengikat. dalam hal kontrak eksekutori, pengakuan menunggu sampai salah satu pihak menguasai manfaat yang diperjanjikan atau memenuhi kewajibannya.
b.    Bersamaan dengan pengakuan biaya bila barang dan jasa yang menjadi biaya belum dicatat sebagai aset sebelumnya.
c.    Bersamaan dengan pengakuan aset. Kewajiban timbul ketika hak untuk menggunakan barang dan jasa dperoleh.
d.   Pada akhir periode karena penggunaan asas akrual melalui penyesuaian. Pengakuan ini menimbulkan pos utang atau kewajiban akrual. Pengakuan ini menimbulkan pos utang atau kewajiban akruan (accrued liabilities).
Pengakuan Kewajiban Bergantung
FASB memberi contoh keadaan-keadaan kebergantungan rugi yang berpotensi memicu pengakuan kewajiban sebagai berikut:
a.    Ketertagihan piutang usaha.
b.    Keharusan berkaitan dengan jaminan produk dan kerusakan produk.
c.    Risiko rugi akibat kebakaran, gempa, ledakan dan bahaya lainnya.
d.   Ancaman pengambilalihan aset oleh pemerintah
e.    Persengketaan yang memberatkan atau menunggu keputusan.
f.     Klaim yang telah diajukan atau mungkin terjadi.
g.    Jaminan terhadap pihak lain.
h.    Perjanjian untuk membeli kembali piutang atau aset yang terkait yang telah dijual.
Rugi potensial yang dapat ditimbulkan oleh keadaan kebergantungan di atas dapat diakui sebelum terlaksananya kejadian yang menjadi syarat terjadinya rugi. FASB menetapkan bahwa rugi taksiran yang dapat terjadi dari kebergantungan rugi harus di akru (to be acrrued) dengan membebankan pendapatan (sebagai biaya atau rugi) bila kedua kondisi berikut dipenuhi:
a.    Informasi yang tersedia sebelum penerbitan statemen keuangan menunjukkan bahwa suatu aset cukup pasti telah turun nilainya atau suatu kewajiban cukup pasti telah terjadi pada tanggal statemen keuangan.
b.    Jumlah rupiah rugi dapat diestimasi dengan cukup tepat.
Bila kondisi di atas tidak dipenuhi, jumlah rupiah rugi potensial harus tetap diungkapkan dengan menjelaskan sifat dan implikasi kebergantungan tersebut.

Pengukuran
Pengakuan dilakukan setelah kewajiban terukur dengan cukup pasti. Penentuan kos kewajiban pada saat terjadinya paralel dengan pengukuran aset. Terjadinya kewajiban pada umumnya disertai dengan pemerolehan aset atau timbulnya biaya. Oleh karena itu pengukur yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban adalah pada saat terjadinya penghargaan sepakatan dalam transaksi-transaksi tersebut dan bukan jumlah rupiah pengorbanan ekonomik masa datang.
Untuk kewajiban jangka pendek, kos penundaan dianggap tidak cukup material, sehingga jumlah rupiah kewajiban yang diakui akan sama dengan jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik masa datang. Dengan kata lain, untuk kewajiban jangka pendek, kos pendanaan atau kos penundaan dianggap tidak material.
Kewajiban Dalam Pembelian Kredit
            Dasar pengukuran aset yang paling objektif adalah kos tunai atau kos tunai implisit. Karena kewajiban merupakan bayangan cermin aset, pengukurannya juga mengikuti pengukuran aset.
Diskun dan Premium Utang Obligasi
            Untuk pengukuran suatu kontrak utang dengan ketentuan pembayaran bunga periodik dan pokok pinjaman pada akhir jangka kontrak, pengukuran jumlah rupiah (kos) utang dan aset untuk dasar pencatatan pertama kali yang tepat adalah kos tunai implisit. Dalam obligasi jangka panjang jumlah rupiah uang yang diterima oleh penerbit dan yang dibayarkan oleh kreditor pada saat penerbitan hanyalah merupakan bagian kecil dari jumlah rupiah total yang terlibat dalam kontrak obligasi. Dalam hal obligasi jangka panjang, jumlah rupiah uang yang diterima oleh penerbit dan yang dibayarkan oleh kreditor pada saat penerbitan hanyalah merupakan bagian kecil dari jumlah rupiah total yang terlibat dalam kontrak obligasi.
Makna Harga Efektif Obligasi
            Segera setelah transaksi menjadi ‘kesepakatan’ dalam hubungannya dengan obligasi tersebut menunjukkan makna yang sebenarnya. Dengan telah mulai berjalannya kesepakatan dalam transaksi obligasi. Misal bunga Rp.1.000.000 tiap tahun mulai terhimpun dan dibayar secara periodik sampai jatuh tempo. Bersamaan dengan itu, jumlah rupiah utang obligasi yang mula-mula tercatat akan berangsur-angsur berubah (bertambah) menuju jumlah rupiah nilai jatuh tempo atau nominal. Jika kos utang dan aset dicatat sebesar nominal pada saat terjadinya, jelas kos tersebut dicatat lebih. Dalam hal ini selisih nominal dengan penghargaan sepakatan merupakan diskun obligasi.
Diskun Obligasi
Diskun Obligasi merupakan bunga yang belum dibayar, yaitu bagian bunga efektif total yang baru akan dibayar pada saat utang obligasi jatuh tempo. Dengan demikian, diskun tersebut harus dilaporkan dalam neraca sebagai pengurang nilai nominal utang obligasi.
Premium Obligasi
Sejalan dengan penalaran tentang makna diskun obligasi yang dilandasi konsep dasar penghargaan sepakatan, dapat disimpulkan bahwa premium yang dibayarkan investor untuk obligasi merupakan unsur dari jumlah rupiah utang perusahaan. Bersamaan dengan berjalannya waktu mendekati jatuh tempo, jumlah rupiah bagian utang merupakan premium yang harus diamortisasi secara sistematik dengan cara memisahkan dari penghargaan sepakatan bagian yang diperuntungkan sebagai pembayaran bunga periodik.
Kewajiban Moneter dan Nonmoneter
Kewajiban dapat bersifat moneter dan nonmoneter. Kewajiban moneter adalah kewajiban yang pengorbanan sumber ekonomik masa datangnya berupa kas dengan jumlah rupiah dan saat yang pasti, sedangkan kewajiban nonmoneter adalah keharusan untuk menyadiakan barang dan jasa dengan jumlah dan saat yang cukup pasti yang biasanya timbul karena penerimaan pembayaran dimuka untuk barang dan jasa tersebut.
Penilaian
Penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah penentuan jumlah rupiah yang harus dikorbankan seandainya pada saat tersebut kewajiban harus dilunasi. Dengan kata lain, penilaian adalah penentuan nilai sekarang kewajiban. Atribut Penilaian Menurut FASB
a.    Nilai pasar sekarang (current market value)
b.    Nilai pelunasan neto (net settlement value)
c.    Nilai diskunan aliran kas masa datang (discounted value of future cash flows)


Pelunasan
Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang sengaja dilakukan oleh kesatuan usaha sehingga bebas dari kewajiban tersebut. Pelunsan biasanya pemenuhan secara langsung kepada pihak yang berpiutang. Pelunasan menjadikan kewajiban tersebut hapus, tiada atau lenyap secara langsung. Beberapa kewajiban menjadi batal atau kesatuan usaha menjadi bebas dari kewajiban lantaran penghapusan seluruhnya/sebagian, kompromi, penimbulan/pengakuan kewajiban baru/pengganti, pengambilalihan kewajiban oleh pihak lain atau restrukturisasi utang. FASB menentukan kriteria lenyapnya suatu kewajiban sebagai berikut:
a.    Debitor membayar/melunasi kreditor dan bebas dari semua keharusan yang berkaitan dengan utang.
b.    Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung utang baik keputusan pengadilan maupun oleh kreditor dan dapat dipastikan bahwa debitor tidak akan diharuskan melakukan pembayaran di masa datang yang berkaitan dengan utang.
c.    Debitor menaruh kas atau aset lainnya yang tidak dapat ditarik kembali dalam suatu perwakilan yang semata-mata digunakan untuk pelunasan pembayaran bunga serta pokok suatu pinjaman tertentu dan sangat kecil kemungkinan bagi debitor untuk diharuskan lagi melakukan pembayaran di masa datang yang berkaitan dengan pinjaman tersebut.
Transfer Aset Finansial
Untuk melunasi kewajiban, suatu entitas dapat mentransfer aset finansial, barang atau jasa. pada umumnya, bila kewajiban telah dilunasi dengan mentransfer secara penuh kas, barang atau jasa debitor, maka pada saat itu pelunasan dianggap tuntas. Pelunasan kewajiban dengan aset finansial juga dapat bersifat tuntas bila penyerahan aset finansial bersifat tak bersyarat dan dianggap sebagai penjualan. Artinya, aset finansial dianggap dijual secara tunai dan kas yang diterima dianggap untuk melinasi utangnya.
Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo
Bila kewajiban dilunasi pada saat jatuh tempo, nilai jatuh tempo (nominal) dengan sendirinya merefleksi nilai sekarang (saat pelunasan) kewajiban sehingga tidak ada selisih antara jumlah rupiah yang dibayar dan nilai nominal. Nilai jatuh tempo juga akan sama dengan nilai buku atau nilai bawaan kewajiban karena proses amortisasi selisih antara nominal dan nilai pasar pada saat penerbitan utang.
Terdapat pandangan terhadap untung atau rugi apabila utang dilunasi sebelum jatuh tempo yang akan menimbulkan nilai selisih antara nilai bawaan dan nilai penebusan. Dalam hal untung, tia dianggap sebagai jumlah rupiah kredit yang menunjukkan semacam suatu sumbangan atau donasi oleh satu kelompok investor (kreditor) kepada kelompok investor lainnya (pemegang saham). Dalam hal rugi, tia dianggap sebagai berkurangnya hak atas laba ditahan.
Terdapat tiga sifat yang merupakan akibat transaksi atau kejadian untung atau rugi, yaitu:
1.    Sangat berbeda dengan kegiatan operasi rutin kesatuan usaha.
2.    Tidak diharapkan akan sering terjadi.
3.    Berpengaruh material terhadap operasi perusahaan secara keseluruhan.
Terdapat tiga perlakuan alternatif untuk selisih dalam pelunasan dengan pendanaan, yaitu:
1.    Selisih diamortisasi selama sisa umur semula utang yang ditarik kembali.
2.    Selisih diamortisasi selama umur utang baru yang diterbitkan.
3.    Selisih diakui pada saat penarikan dan dilaporkan di statemen laba-rugi tahun bersangkutan.
Utang Terkonversi
Utang terkonversi atau konvertibel merupakan salah satu instrumen finansial yang biasanya mempunyai status sebagai kewajiban dan ekuitas. Hal ini mengandung arti bahwa pemegang instrumen mempunyai hak istimewa untuk mengubah status utang menjadi ekuitas setiap saat selama hak tersebut masih berlaku (belum habis). Hak konversi digunakan untuk menarik investor untuk mengimbangi tingkat bunga nominal yang terlalu rendah dibanding tingkat bunga umum.
Obligasi terkonversi biasanya mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1.    Tingkat bunga nominal jauh di bawah tingkat bunga pasar untuk obligasi biasa yang setara.
2.    Harga konversi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar saham biasa.
3.    Harga konversi tidak pernah menurun selama masa hak konversi kecuali karena penyesuaian yang diperlukan akibat pengambilan hak yang melekat pada saham biasa seperti dalam hal terjadi pemecahan saham atau dividen saham.
Karena bersifat kewajiban dan ekuitas, terdapat dua masalah pada saat pengakuan utang terkonversi, yaitu:
1.    Harga penerbitan harus dipecah menjadi porsi yang merepresentasi utang.
Pandangan ini didasarkan atas pemikiran sebagai berikut:
a.    Hak konversi mempunyai nilai ekonomik sehingga tidak berbeda dengan sifat hak opsi atau waran.
b.    Pada saat penerbitan hak konversi atau nilai utang obligasi biasa (tanpa hak konversi) dapat diukur secara cukup andal sehingga tidak ada kesulitan teknis untuk mengimplementasi pemisahan tersebut.
c.    Tujuan penerbitan utang konversi yang sebenarnya adalah pendanaan dengan ekuitas.
2.    Harga penerbitan tidak dipecah dan utang terkonversi dianggap utang semata-mata.
Pandangan ini didasarkan atas pemikiran sebagai berikut:
a.    Utang obligasi terkonversi merupakan sekuritas hibrida sehingga harus dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
b.    Penilaian hak konversi akan bersifat subjektif karena ketidakterpisahan kedua komponen (utang dan hak konversi).


Pembebasan Substantif
Kewajiban dapat dianggap lenyap bila debitor menaruh kas atau aset lainnya yang tidak dapat ditarik kembali dalam suatu perwalian dan aliran kas dari asset tersebut akan cukup untuk pelunasan pembayaran bunga serta pokok pinjaman. Jadi, pada saat tidak ada lagi keharusan membayar, telah terjadi pembebasan substantif.
Dalam standar FASB, menegaskan bahwa pada saat terjadi pembebasan substantif, kewajiban tidak dapat dihapus karena kejadian tersebut tidak memenuhi karakteristik atau kriteria kritis sebagai berikut:
1.    Debitor tidak dengan sendirinya menjadi bebas dari kewajiban secara hukum hanya lantaran perusahaan menempatkan aset ke dalam suatu perwalian.
2.    Untuk pelunasan kewajiban, sumber dana tidak dibatasi hanya dari dana yang ditempatkan dalam perwalian.
3.    Kreditor tidak mempunyai kekuasaan untuk menggunakan secara bebas aset dalam perwalian dan juga tidak dapat menghentikan atau membatalkan perwalian tersebut.
4.    Kalau ternyata aset dalam perwalian melebihi apa yang diperlukan untuk membayar pokok dan bunga pinjaman, debitor dapat menggunakan kelebihan tersebut. Hal ini berarti dalam perwalian masih dikuasai oleh debitor.
5.    Kreditor ataupun agennya bukan merupakan pihak yang terikat dalam kontrak pembentukan dana pembebasan utang.
6.    Debitor tidak menyerahkan kendali atas manfaat aset karena manfaat aset tersebut masih melekat pada debitor meskipun debitor telah lelah mengakuinya sementara itu kreditor juga tidak mengakuinya sebagai aset sehingga praktis aset tersebut masih dikuasai oleh debitor.
Penyajian
Kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan kelancarannya sejalan dengan penyajian aset. Aset lancar disajikan menurut urutan likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh tempo. PSAK No. 1 menentukan bahwa semua kewajiban yang tidak memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek harus diklasifikasi sebagai kewajiban jangka panjang. Semua kewajiban diklasifikasi sebagai jangka pendek bila:
1.    Diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi perusahaan, atau
2.    Jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.
Kewajiban berbunga jangka panjang tetap diklasifikasi sebagai kewajiban jangka panjang, walaupun kewajiban tersebut akan jatuh tempo dalam waktu dua belas bulan sejak tanggal neraca, apabila:
1.    Kesepakatan awal perjanjian pinjaman untuk jangka waktu lebih dari dua belas bulan.
2.    Perusahaan bermaksud membiayai kembali kewajibannya dengan pendanaan jangka panjang.
3.    Pembiayaan pendanaan jangka panjang didukung dengan perjanjian pembiayaan kembali atau penjadualan kembali pembayaran yang resmi disepakati sebelum laporan keuangan disetujui.
Hak Mengkompensasi
Kewajiban tidak selayaknya disajikan di neraca dengan mengkompensasinya atau mengontraknya dengan aset yang dianggap berkaitan. Kompensasi tidak dapat dilakukan karena tidak ada transaksi yang menghubungkan antara debitor dan kreditor.
Ada dua jenis kontrak, yaitu:
1.        Kontrak Bersyarat
Kontrak bersyarat adalah kontrak yang hak dan kewajibannya bergantung pada timbulnya kejadian masa datang tertentu yang belum tentu terjadi dan dapat mengubah saat penerimaan, penyerahan, atau pertukaran jumlah rupiah atau instrument keuangan.
2.        Kontrak Pertukaran
Kontrak pertukaran adalah kontrak yang mewajibkan adanya pertukaran aset dan kewajiban di masa datang dan bukan hanya transfer aset dari satu pihak saja.
Hak mengontra adalah hak yuridis debitor, lantaran kontrak atau lainnya, untuk menghapus semua atau sebagian utang kepada pihak lain dengan cara mengkompensasi uang tersebut dengan jumlah yang pihak lain berutang kepada debitor.
Hak mengontra dikatakan ada bilamana semua kondisi berikut dipenuhi:
1.    Tiap pihak dari dua pihak yang berkontrak utang kepada yang lain suatu jumlah rupiah tertentu.
2.    Pihak pelapor mempunyai hak mengontra jumlah yang diutangnya dengan jumlah yang diutang pihak lain.
3.    Pihak pelapor memang berniat untuk mengontra.
4.    Hak mengontra terpaksakan secara hukum.
Baca Juga  Materi Teori Akuntansi  lainnya..

0 komentar:

Posting Komentar

Berilah Komentar Apabila anda menyukai materi di atas!komentar bersifat membangun dan gunakan kata-kata sepatutnya..Terimakasih

Convert Currency