Seperti
aset, kewajiban merupakan elemen neraca yang akan membentuk informasi sematik
berupa posisi keuangan bila dihubungkan dengan elemen yang lain yaitu aset dan
ekuitas atau pos-pos rinciannya.
Pengertian
FASB
mendefinisikan kewajiban dalam kerangka konseptual sebagai berikut (SFAC No. 6
prg. 35):
Kewajiban
adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti dan timbul
dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransfer aset atau
menyediakan jasa kepada kesatuan lain dimasa datang sebagai akibat transaksi
masa lalu.
Definisi
dari FASB ini digunakan sebagai basis pembahasan karena cukup lengkap secara
semantik. Artinya definisi tersebut mencakupi berbagai gagasan atau kata kunci
yang terkandung dalam beberapa definisi kewajiban oleh sumber-sumber yang lain.
Secara umum kewajiban memiliki 3 karakteristik utama yaitu:
a. Pengorbanan
manfaat ekonomik masa datang
b. Keharusan
sekarang untuk mentransfer aset
c. Timbul
akibat transaksi masa lalu
Seperti
aset, karakteristik (a) merupakan kriteria utama yang memuat aspek semantik,
sedangkan (b) dan (c) lebih memuat aspek struktural pengakuan.
Pengorbanan Manfaat Ekonomik
Untuk
dapat disebut sebagai kewajiban maka suatu objek harus memuat suatu tugas atau
tanggungjawab kepada pihak lain yang mengharuskan kesatuan usaha untuk melunasi
, menunaikan, atau melaksanakannya dengan cara mengorbankan manfaat ekonomik
yang cukup pasti dimasa yang akan datang. Pengorbanan manfaat ekonomik
diwujudkan dalam bentuk transfer atau penggunaan aset kesatuan usaha. Cukup
pasti dimasa datang mengandung makna bahwa jumlah rupiah pengorbanan dapat
ditentukan dengan layak.
Transfer
manfaat ekonomik kepada pemegang saham tidak termasuk dalam pengertian
pengorbanan sumber ekonomik masa datang yang membentuk kewajiban karena untuk
menjadi kewajiban pengorbanan tersebut harus bersifat memaksa dan bukan atas
dasar kebijakan manajemen untuk memutuskan baik dalam hal jumlah rupiah maupun
saat transfer. Secara umum, keharusan untuk mengorbankan sumber ekonomik masa
datang dapat menjadi kewajiban kalau keharusan tersebut bersifat terbuka dan
tidak pasti. Kesatuan usaha tidak memiliki keharusan untuk mentransfer aset ke
pemilik kecuali dalam hal kesatuan usaha dilikuiditas.
Walaupun
secara konseptual ekuitas juga merupakan kewajiban bagi perusahaan, pengorbanan
sumber ekonomiknya tidak cukup pasti baik dalam jumlah maupun saat sehingga
kewajiban harus dibedakan dan dilaporkan secara terpisah.
Keharusan Sekarang
Untuk
dapat disebut sebagai kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik masa datang harus
timbul akibat keharusan (obligation atau duties) sekarang. Pengertian
sekarang dalam hal ini mengacu pada 2 hal yaitu waktu dan adanya. Waktu yang dimaksud adalah tanggal pelaporan
neraca. Artinya pada tanggal neraca kalau perlu pengorbanan sumber ekonomik
harus dipenuhi karena keharusan untuk itu telah ada. Perbedaan ini terjadi
akibat sifat yang melekat pada kewajiban yaitu bunga yang bermakna sebagai
nilai waktu uang atau harga penundaan.
Menurut
Kam (1990. Hlm 111-112) pendefenisikan kewajiban sebagai pengorbanan sumber
ekonomik masa datang tidak menunjuk pada sesuatu yang sekarang ada dan nyata,
tapi menunjuk pada kejadian masa datang yang jelas belum terjadi. Jadi
keharusan sekarang seharusnya menjadi fokus atau kata kunci definisi. Lebih
dari itu pengorbanan sumber ekonomik masa datang sebenarnya sama maknanya
dengan transfer aset atau penyerahan jasa dimasa datang.
Keharusan
mengorbankan sumber ekonomik dapat timbul akibat perjanjian kontrak antara dua
kesatuan usaha, pengenaan pada entitas pemerintah atau pengadilan, kondisi
lingkungan bisnis. Pengertian kewajiban mencakupi keharusan kontraktual,
keharusan konstruktif, keharusan demi keadilan, dan keharusan bergantung atau
bersyarat. Walaupun keharusan-keharusan tersebut menimbulkan kewajiban, tapi
tidak semua kewajiban harus diakui dalam akuntansi.
Keharusan kontraktual
adalah keharusan yang timbul akibat perjanjian atau peraturan hukum yang
didalamnya kewajiban bagi suatu kesatuan usaha dinyatakan secara eksplisit atau
implisit dan mengikat. Kewajiban ini muncul karena aspek hukum sebagai
lingkungan eksternal yang tidak dapat dihindari dan dapat memaksakan secara
hukum untuk memenuhinya (legally
enforceable). Utang pajak, utang bunga, utang usaha, utang wesel, utang
obligasi merupakan kewajiban yang terkait dengan keharusan kontraktual.
Keharusan konstruktif
adalah keharusan yang timbul akibat kebijakan kesatuan usaha dalam rangka
menjalankan dan memajukan usahanya untuk memenuhi apa yang disebut praktek
usaha yang baik atau etika bisnis dan bukan untuk memenuhi kewajiban yuridis.
Kebijakan tersebut menimbulkan kewajiban karena kesatuan usaha yang sengaja
memberi, mengkonstruksi, atau membentuk hak bagi pihak lain tanpa harus melalui
perjanjian tertulis yang disepakati kedua pihak.
Keharusan demi keadilan
adalah keharusan yang ada sekarang yang menimbulkan kewajiban bagi perusahaan
semata-mata karena panggilan etis atau moral daripada karena peraturan hukum
atau bisnis yang tidak sehat. Keharusan ini muncul dari tugas kepada pihak lain
untuk melaksanakan sesuatu yang dipandang wajar, adil, dan benar menurut hati
nurani dan rasa keadilan. Tidak ada sanksi hukum untuk tidak memenuhi keharusan
ini tetapi kewajiban ini mengikat lantaran sanksi sosial dan moral. Kewajiban
memberi donasi untuk badan amal tiap akhir tahun dan kewajiban memberi hadiah
kepada penduduk yang tinggal disekitar pabrik karena ketidaknyamanan yang
ditimbulkannya merupakan contoh kewajiban yang dilandasi oleh keharusan demi
keadilan. Keharusan konstruktif dan demi keadilan merupakan keharusan karena
kehendak sendiri atau pertimbangan internal walaupun bentuk konsekuen
keuangannya sama seperti keharusan kontraktual.
Keharusan bergantung atau bersyarat
adalah keharusan yang pemenuhannya tidak pasti karena bergantung pada masa
datang atau terpenuhinya syarat-syarat tertentu dimasa datang. Ketergantungan
adalah suatu kondisi, situasi atau serangkaian keadaan yang melibatkan
ketidakpastian yang menyangkut laba atau rugi yang mungkin terjadi. Keharusan
bergantung merupakan salah satu bentuk ketergantungan yang berkaitan dengan
rugi (loss contigency).
Akibat Transaksi Atau Kejadian Masa
Lalu
Untuk
mengakui sebagai kewajiban, selain definisi, kriteria lain (keterukuran,
keberpautan, dan keterandalan) juga harus terpenuhi. Transaksi masa lalu adalah
kriteria untuk memenuhi definisi tapi bukan kriteria untuk pengakuan. Transaksi
masa lalu yang dimaksud adalah transaksi yang menimbulkan keharusan sekarang
telah terjadi.
Hak-Kewajiban tak bersyarat
Konsep
ini menyatakan bahwa walaupun kontrak telah ditandatangani, salah satu pihak
tidak mempunyai kewajiban apapun sebelum pihak lain memenuhi apa yang menjadi
hak pihak lain. Jadi konsep ini menyatakan bahwa “tidak ada hak tanpa kewajiban
dan sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak”. Secara teknis dapat diartikan
bahwa hak atau kewajiban timbul bila salah satu pihak telah berbuat sesuatu.
Karakteristik Pendukung
Karakteristik
pendukung hanya menegaskan adanya kewajiban tapi tidak membatalkan suatu objek
untuk disebut sebagai kewajiban.
Keharusan
membayar kos
Keharusan
membayar kas pada waktu dan jumlah rupiah tertentu dimasa datang merupakan
petunjuk yang kuat atau jelas mengenai adanya kewajiban. Tapi untuk menjadi
kewajiban, penyerahan aset bukan satu-satunya kriteria tetapi meliputi pula
penyerahan jasa.
Identitas
terbayar jelas
Untuk
menjadi kewajiban di akhir tahun, pada saat itu identitas terbayar tidak harus
diketahui. Jadi yang penting bahwa keharusan sekarang pengorbanan sumber
ekonomik dimasa datang telah ada dan bukan siapa yang harus dilunasi atau
dibayar.
Berkekuatan
Hukum
Adanya
daya paksa yuridis hanya menunjukkan bahwa kewajiban tersebut memang ada dan
dapat dibuktikan secara yuridis material. Meskipun demikian, daya paksa yang
melekat pada klaim-klaim hukum bukan merupakan syarat mutlak untuk mengakui
adanya kewajiban. Keharusan melakukan pengorbanan manfaat ekonomik masa datang
tidak harus timbul dari desakan pihak eksternal tapi dari minat dan kebijakan
internal manajemen.
Dari
apa yang diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa definisi kewajiban sebenarnya
merupakan bayangan cermin dari definisi aset. Transaksi, kejadian, atau keadaan
dapat mempengaruhi aset dan kewajiban secara bersamaan karena konsep kesatuan
usaha yang mendasari sistem berpasangan.
Pengakuan, Pengukuran dan Penilaian
Kalau
aset yang dipresentasikan oleh kos mengalami tiga tahap perlakuan (perolehan,
pengolahan, dan penyerahan), kewajiban sebenarnya juga mengalami tiga tahap
perlakuan yaitu: penangguhan, penelusuran, dan pelunasan. Penentuan kos setiap
saat dapat disebut dengan penilaian kewajiban. Begitu terjadi dan dicatat dan
diakui, kewajiban akan tetap menjadi kewajiban sampai kesatuan usaha untuk
menyelesaikannya, atau sampai adanya transaksi yang dibatalkannya atau yang membebaskan kesatuan
usaha dari keharusan untuk mengikat sehingga suatu melunasinya.
Pengakuan
Pengakuan
merupakan prosedur aplikasi untuk menandai adanya elemen dan saat dipenuhinya
kriteria pengakuan umum. Dalam hal kewajiban, kaidah pengakuan berkaitan dengan
saat atau apa yang menandai bahwa kewajiban telah mengikat sehingga suatu kewajiban dapat diakui. Kam
mengajukan empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban yaitu
(hlm. 119-120)
1.
Ketersediaan dasar hukum
2.
Keterterapan konsep dasar konservatisma
3.
Ketertentuan substansi ekonomik
transaksi
4.
Keterukuran nilai kewajiban
Keempat
kaidah tersebut secara teknis memicu pencatatan atau pengakuan kewajiban.
Ketersediaan
dasar hukum
Kaidah
ini terkait dengan kualitas keterandalan dan keberpautan informasi. Faktur
pembelian dan tanda penerimaan barang merupakan dasar hukum yang cukup
meyakinkan untuk mengakui kewajiban. Telah disebutkan bahwa ketersediaan dasar
hukum yang menimbulkan daya paksa hanya merupakan karakteristik pendukung
definisi kewajiban. Jadi kaidah ini tidak mutlak sehingga kewajiban juga dapat
diakui bila terdapat bukti substantif adanya keharusan konstuktif atau demi
keadilan.
Keterapan
konsep dasar konservatisma
Kaidah
ini merupakan penjabaran teknis kriteria keterandalan. Keadaan tertentu yang
menjadikan konsep konservatisma terterapkan dapat memicu pengakuan kewajiban.
Implikasi konsep konservatisma adalah rugi dapat segera diakui tetapi tidak
demikian dengan untung. Ini berarti kewajiban dapat diakui segera sedangkan
aset tidak. Gugatan perdata terhadap suatu perusahaan yang boleh jadi
menimbulkan rugi baginya dapat memicu pencatatan kewajiban atas dasar penerapan
konservatisma.
Ketertentuan
substantif ekonomik transaksi
Kaidah
ini berkaitan dengan masalah relevansi informasi. Utang sewaguna dapat diakui
pada saat transaksi meskipun tidak ada transfer hak milik dalam transaksi
sewaguna tersebut. Dalam hal ini kewajiban harus diakui kalau secara
substantif, sewaguna tersebut sebenarnya adalah pembelian angsuran.
Keterukuran
nilai kewajiban
Keterukuran
merupakan salah satu syarat untuk mencapai kualitas keterandalan informasi.
Definisi kewajiban mengandung kata cukup pasti yang mengacu pada tidak hanya
pada terjadinya pengorbanan sumber ekonomik masa datang tapi juga pada jumlah
rupiahnya. Kalau pengukuran suatu pos kewajiban bersifat subjektif dan
arbitrer, pada umumnya pos tersebut tidak diakui.
Pada
umumnya saat pengakuan terjadi sangat jelas karena kebanyakan kewajiban timbul
dari kontrak yang menyebutkan secara jelas karena kebanyakan kewajiban timbul
dari kontrak yang menyebutkan secara tegas saat mengikatnya kontrak, jumlah
rupiah pembayaran kewajiban, dan saat pembayaran. Hendriksen dan van breda
menunjukkan saat-saat untuk mengakui kewajiban yaitu:
a. Pada
saat penandatangan kontrak bila pada saat itu hak dan kewajiban telah mengikat.
dalam hal kontrak eksekutori, pengakuan menunggu sampai salah satu pihak
menguasai manfaat yang diperjanjikan atau memenuhi kewajibannya.
b. Bersamaan
dengan pengakuan biaya bila barang dan jasa yang menjadi biaya belum dicatat
sebagai aset sebelumnya.
c. Bersamaan
dengan pengakuan aset. Kewajiban timbul ketika hak untuk menggunakan barang dan
jasa dperoleh.
d. Pada
akhir periode karena penggunaan asas akrual melalui penyesuaian. Pengakuan ini
menimbulkan pos utang atau kewajiban akrual. Pengakuan ini menimbulkan pos
utang atau kewajiban akruan (accrued
liabilities).
Pengakuan Kewajiban Bergantung
FASB
memberi contoh keadaan-keadaan kebergantungan rugi yang berpotensi memicu
pengakuan kewajiban sebagai berikut:
a.
Ketertagihan piutang usaha.
b.
Keharusan berkaitan dengan jaminan
produk dan kerusakan produk.
c.
Risiko rugi akibat kebakaran, gempa,
ledakan dan bahaya lainnya.
d.
Ancaman pengambilalihan aset oleh
pemerintah
e.
Persengketaan yang memberatkan atau
menunggu keputusan.
f.
Klaim yang telah diajukan atau mungkin
terjadi.
g.
Jaminan terhadap pihak lain.
h.
Perjanjian untuk membeli kembali piutang
atau aset yang terkait yang telah dijual.
Rugi
potensial yang dapat ditimbulkan oleh keadaan kebergantungan di atas dapat
diakui sebelum terlaksananya kejadian yang menjadi syarat terjadinya rugi. FASB
menetapkan bahwa rugi taksiran yang dapat terjadi dari kebergantungan rugi
harus di akru (to be acrrued) dengan
membebankan pendapatan (sebagai biaya
atau rugi) bila kedua kondisi berikut dipenuhi:
a.
Informasi yang tersedia sebelum
penerbitan statemen keuangan menunjukkan bahwa suatu aset cukup pasti telah
turun nilainya atau suatu kewajiban cukup pasti telah terjadi pada tanggal
statemen keuangan.
b.
Jumlah rupiah rugi dapat diestimasi
dengan cukup tepat.
Bila
kondisi di atas tidak dipenuhi, jumlah rupiah rugi potensial harus tetap
diungkapkan dengan menjelaskan sifat dan implikasi kebergantungan tersebut.
Pengukuran
Pengakuan
dilakukan setelah kewajiban terukur dengan cukup pasti. Penentuan kos kewajiban
pada saat terjadinya paralel dengan pengukuran aset. Terjadinya kewajiban pada
umumnya disertai dengan pemerolehan aset atau timbulnya biaya. Oleh karena itu
pengukur yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban adalah pada saat
terjadinya penghargaan sepakatan dalam transaksi-transaksi tersebut dan bukan
jumlah rupiah pengorbanan ekonomik masa datang.
Untuk
kewajiban jangka pendek, kos penundaan dianggap tidak cukup material, sehingga
jumlah rupiah kewajiban yang diakui akan sama dengan jumlah rupiah pengorbanan
sumber ekonomik masa datang. Dengan kata lain, untuk kewajiban jangka pendek,
kos pendanaan atau kos penundaan dianggap tidak material.
Kewajiban Dalam Pembelian Kredit
Dasar
pengukuran aset yang paling objektif adalah kos tunai atau kos tunai implisit.
Karena kewajiban merupakan bayangan cermin aset, pengukurannya juga mengikuti
pengukuran aset.
Diskun dan Premium Utang Obligasi
Untuk
pengukuran suatu kontrak utang dengan ketentuan pembayaran bunga periodik dan
pokok pinjaman pada akhir jangka kontrak, pengukuran jumlah rupiah (kos) utang
dan aset untuk dasar pencatatan pertama kali yang tepat adalah kos tunai
implisit. Dalam obligasi jangka panjang jumlah rupiah uang yang diterima oleh
penerbit dan yang dibayarkan oleh kreditor pada saat penerbitan hanyalah merupakan
bagian kecil dari jumlah rupiah total yang terlibat dalam kontrak obligasi.
Dalam hal obligasi jangka panjang, jumlah rupiah uang yang diterima oleh
penerbit dan yang dibayarkan oleh kreditor pada saat penerbitan hanyalah
merupakan bagian kecil dari jumlah rupiah total yang terlibat dalam kontrak
obligasi.
Makna Harga Efektif Obligasi
Segera setelah transaksi menjadi
‘kesepakatan’ dalam hubungannya dengan obligasi tersebut menunjukkan makna yang
sebenarnya. Dengan telah mulai berjalannya kesepakatan dalam transaksi
obligasi. Misal bunga Rp.1.000.000 tiap tahun mulai terhimpun dan dibayar secara
periodik sampai jatuh tempo. Bersamaan dengan itu, jumlah rupiah utang obligasi
yang mula-mula tercatat akan berangsur-angsur berubah (bertambah) menuju jumlah
rupiah nilai jatuh tempo atau nominal. Jika kos utang dan aset dicatat sebesar
nominal pada saat terjadinya, jelas kos tersebut dicatat lebih. Dalam hal ini
selisih nominal dengan penghargaan sepakatan merupakan diskun obligasi.
Diskun Obligasi
Diskun
Obligasi merupakan bunga yang belum dibayar, yaitu bagian bunga efektif total
yang baru akan dibayar pada saat utang obligasi jatuh tempo. Dengan demikian,
diskun tersebut harus dilaporkan dalam neraca sebagai pengurang nilai nominal
utang obligasi.
Premium Obligasi
Sejalan
dengan penalaran tentang makna diskun obligasi yang dilandasi konsep dasar
penghargaan sepakatan, dapat disimpulkan bahwa premium yang dibayarkan investor
untuk obligasi merupakan unsur dari jumlah rupiah utang perusahaan. Bersamaan
dengan berjalannya waktu mendekati jatuh tempo, jumlah rupiah bagian utang
merupakan premium yang harus diamortisasi secara sistematik dengan cara
memisahkan dari penghargaan sepakatan bagian yang diperuntungkan sebagai
pembayaran bunga periodik.
Kewajiban Moneter dan Nonmoneter
Kewajiban
dapat bersifat moneter dan nonmoneter. Kewajiban moneter adalah kewajiban yang
pengorbanan sumber ekonomik masa datangnya berupa kas dengan jumlah rupiah dan
saat yang pasti, sedangkan kewajiban nonmoneter adalah keharusan untuk
menyadiakan barang dan jasa dengan jumlah dan saat yang cukup pasti yang
biasanya timbul karena penerimaan pembayaran dimuka untuk barang dan jasa
tersebut.
Penilaian
Penilaian
kewajiban pada saat tertentu adalah penentuan jumlah rupiah yang harus dikorbankan
seandainya pada saat tersebut kewajiban harus dilunasi. Dengan kata lain,
penilaian adalah penentuan nilai sekarang kewajiban. Atribut
Penilaian Menurut FASB
a. Nilai pasar sekarang (current market value)
b. Nilai pelunasan neto (net settlement value)
c. Nilai diskunan aliran kas masa datang (discounted
value of future cash flows)
Pelunasan
Pelunasan
adalah tindakan atau upaya yang sengaja dilakukan oleh kesatuan usaha sehingga
bebas dari kewajiban tersebut. Pelunsan biasanya pemenuhan secara langsung
kepada pihak yang berpiutang. Pelunasan menjadikan kewajiban tersebut hapus,
tiada atau lenyap secara langsung. Beberapa kewajiban menjadi batal atau
kesatuan usaha menjadi bebas dari kewajiban lantaran penghapusan
seluruhnya/sebagian, kompromi, penimbulan/pengakuan kewajiban baru/pengganti,
pengambilalihan kewajiban oleh pihak lain atau restrukturisasi utang. FASB
menentukan kriteria lenyapnya suatu kewajiban sebagai berikut:
a.
Debitor membayar/melunasi kreditor dan
bebas dari semua keharusan yang berkaitan dengan utang.
b.
Debitor telah dibebaskan secara hukum
dari statusnya sebagai penanggung utang baik keputusan pengadilan maupun oleh
kreditor dan dapat dipastikan bahwa debitor tidak akan diharuskan melakukan
pembayaran di masa datang yang berkaitan dengan utang.
c.
Debitor menaruh kas atau aset lainnya
yang tidak dapat ditarik kembali dalam suatu perwakilan yang semata-mata
digunakan untuk pelunasan pembayaran bunga serta pokok suatu pinjaman tertentu
dan sangat kecil kemungkinan bagi debitor untuk diharuskan lagi melakukan
pembayaran di masa datang yang berkaitan dengan pinjaman tersebut.
Transfer Aset Finansial
Untuk
melunasi kewajiban, suatu entitas dapat mentransfer aset finansial, barang atau
jasa. pada umumnya, bila kewajiban telah dilunasi dengan mentransfer secara
penuh kas, barang atau jasa debitor, maka pada saat itu pelunasan dianggap
tuntas. Pelunasan kewajiban dengan aset finansial juga dapat bersifat tuntas
bila penyerahan aset finansial bersifat tak bersyarat dan dianggap sebagai
penjualan. Artinya, aset finansial dianggap dijual secara tunai dan kas yang
diterima dianggap untuk melinasi utangnya.
Pelunasan Sebelum Jatuh Tempo
Bila
kewajiban dilunasi pada saat jatuh tempo, nilai jatuh tempo (nominal) dengan
sendirinya merefleksi nilai sekarang (saat pelunasan) kewajiban sehingga tidak
ada selisih antara jumlah rupiah yang dibayar dan nilai nominal. Nilai jatuh
tempo juga akan sama dengan nilai buku atau nilai bawaan kewajiban karena
proses amortisasi selisih antara nominal dan nilai pasar pada saat penerbitan
utang.
Terdapat
pandangan terhadap untung atau rugi apabila utang dilunasi sebelum jatuh tempo
yang akan menimbulkan nilai selisih antara nilai bawaan dan nilai penebusan.
Dalam hal untung, tia dianggap sebagai jumlah rupiah kredit yang menunjukkan
semacam suatu sumbangan atau donasi oleh satu kelompok investor (kreditor)
kepada kelompok investor lainnya (pemegang saham). Dalam hal rugi, tia dianggap
sebagai berkurangnya hak atas laba ditahan.
Terdapat
tiga sifat yang merupakan akibat transaksi atau kejadian untung atau rugi,
yaitu:
1. Sangat
berbeda dengan kegiatan operasi rutin kesatuan usaha.
2. Tidak
diharapkan akan sering terjadi.
3. Berpengaruh
material terhadap operasi perusahaan secara keseluruhan.
Terdapat
tiga perlakuan alternatif untuk selisih dalam pelunasan dengan pendanaan,
yaitu:
1. Selisih
diamortisasi selama sisa umur semula utang yang ditarik kembali.
2. Selisih
diamortisasi selama umur utang baru yang diterbitkan.
3. Selisih
diakui pada saat penarikan dan dilaporkan di statemen laba-rugi tahun
bersangkutan.
Utang Terkonversi
Utang
terkonversi atau konvertibel merupakan salah satu instrumen finansial yang
biasanya mempunyai status sebagai kewajiban dan ekuitas. Hal ini mengandung
arti bahwa pemegang instrumen mempunyai hak istimewa untuk mengubah status utang
menjadi ekuitas setiap saat selama hak tersebut masih berlaku (belum habis).
Hak konversi digunakan untuk menarik investor untuk mengimbangi tingkat bunga
nominal yang terlalu rendah dibanding tingkat bunga umum.
Obligasi
terkonversi biasanya mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Tingkat
bunga nominal jauh di bawah tingkat bunga pasar untuk obligasi biasa yang
setara.
2. Harga
konversi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar saham biasa.
3. Harga
konversi tidak pernah menurun selama masa hak konversi kecuali karena
penyesuaian yang diperlukan akibat pengambilan hak yang melekat pada saham
biasa seperti dalam hal terjadi pemecahan saham atau dividen saham.
Karena
bersifat kewajiban dan ekuitas, terdapat dua masalah pada saat pengakuan utang
terkonversi, yaitu:
1. Harga
penerbitan harus dipecah menjadi porsi yang merepresentasi utang.
Pandangan ini
didasarkan atas pemikiran sebagai berikut:
a. Hak
konversi mempunyai nilai ekonomik sehingga tidak berbeda dengan sifat hak opsi
atau waran.
b. Pada
saat penerbitan hak konversi atau nilai utang obligasi biasa (tanpa hak
konversi) dapat diukur secara cukup andal sehingga tidak ada kesulitan teknis
untuk mengimplementasi pemisahan tersebut.
c. Tujuan
penerbitan utang konversi yang sebenarnya adalah pendanaan dengan ekuitas.
2. Harga
penerbitan tidak dipecah dan utang terkonversi dianggap utang semata-mata.
Pandangan ini
didasarkan atas pemikiran sebagai berikut:
a. Utang
obligasi terkonversi merupakan sekuritas hibrida sehingga harus dipandang
sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
b. Penilaian
hak konversi akan bersifat subjektif karena ketidakterpisahan kedua komponen
(utang dan hak konversi).
Pembebasan Substantif
Kewajiban
dapat dianggap lenyap bila debitor menaruh kas atau aset lainnya yang tidak
dapat ditarik kembali dalam suatu perwalian dan aliran kas dari asset tersebut
akan cukup untuk pelunasan pembayaran bunga serta pokok pinjaman. Jadi, pada
saat tidak ada lagi keharusan membayar, telah terjadi pembebasan substantif.
Dalam
standar FASB, menegaskan bahwa pada saat terjadi pembebasan substantif,
kewajiban tidak dapat dihapus karena kejadian tersebut tidak memenuhi
karakteristik atau kriteria kritis sebagai berikut:
1. Debitor
tidak dengan sendirinya menjadi bebas dari kewajiban secara hukum hanya
lantaran perusahaan menempatkan aset ke dalam suatu perwalian.
2. Untuk
pelunasan kewajiban, sumber dana tidak dibatasi hanya dari dana yang
ditempatkan dalam perwalian.
3. Kreditor
tidak mempunyai kekuasaan untuk menggunakan secara bebas aset dalam perwalian
dan juga tidak dapat menghentikan atau membatalkan perwalian tersebut.
4. Kalau
ternyata aset dalam perwalian melebihi apa yang diperlukan untuk membayar pokok
dan bunga pinjaman, debitor dapat menggunakan kelebihan tersebut. Hal ini
berarti dalam perwalian masih dikuasai oleh debitor.
5. Kreditor
ataupun agennya bukan merupakan pihak yang terikat dalam kontrak pembentukan
dana pembebasan utang.
6. Debitor
tidak menyerahkan kendali atas manfaat aset karena manfaat aset tersebut masih
melekat pada debitor meskipun debitor telah lelah mengakuinya sementara itu
kreditor juga tidak mengakuinya sebagai aset sehingga praktis aset tersebut
masih dikuasai oleh debitor.
Penyajian
Kewajiban
disajikan dalam neraca atas dasar urutan kelancarannya sejalan dengan penyajian
aset. Aset lancar disajikan menurut urutan likuiditas sedangkan kewajiban
disajikan menurut urutan jatuh tempo. PSAK No. 1 menentukan bahwa semua
kewajiban yang tidak memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek harus
diklasifikasi sebagai kewajiban jangka panjang. Semua kewajiban diklasifikasi
sebagai jangka pendek bila:
1. Diperkirakan
akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi perusahaan, atau
2. Jatuh
tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.
Kewajiban
berbunga jangka panjang tetap diklasifikasi sebagai kewajiban jangka panjang,
walaupun kewajiban tersebut akan jatuh tempo dalam waktu dua belas bulan sejak
tanggal neraca, apabila:
1. Kesepakatan
awal perjanjian pinjaman untuk jangka waktu lebih dari dua belas bulan.
2. Perusahaan
bermaksud membiayai kembali kewajibannya dengan pendanaan jangka panjang.
3. Pembiayaan
pendanaan jangka panjang didukung dengan perjanjian pembiayaan kembali atau
penjadualan kembali pembayaran yang resmi disepakati sebelum laporan keuangan
disetujui.
Hak Mengkompensasi
Kewajiban
tidak selayaknya disajikan di neraca dengan mengkompensasinya atau
mengontraknya dengan aset yang dianggap berkaitan. Kompensasi tidak dapat
dilakukan karena tidak ada transaksi yang menghubungkan antara debitor dan
kreditor.
Ada
dua jenis kontrak, yaitu:
1.
Kontrak Bersyarat
Kontrak bersyarat
adalah kontrak yang hak dan kewajibannya bergantung pada timbulnya kejadian
masa datang tertentu yang belum tentu terjadi dan dapat mengubah saat
penerimaan, penyerahan, atau pertukaran jumlah rupiah atau instrument keuangan.
2.
Kontrak Pertukaran
Kontrak pertukaran adalah kontrak
yang mewajibkan adanya pertukaran aset dan kewajiban di masa datang dan bukan
hanya transfer aset dari satu pihak saja.
Hak
mengontra adalah hak yuridis debitor, lantaran kontrak atau lainnya, untuk
menghapus semua atau sebagian utang kepada pihak lain dengan cara
mengkompensasi uang tersebut dengan jumlah yang pihak lain berutang kepada
debitor.
Hak
mengontra dikatakan ada bilamana semua kondisi berikut dipenuhi:
1. Tiap
pihak dari dua pihak yang berkontrak utang kepada yang lain suatu jumlah rupiah
tertentu.
2. Pihak
pelapor mempunyai hak mengontra jumlah yang diutangnya dengan jumlah yang
diutang pihak lain.
3. Pihak
pelapor memang berniat untuk mengontra.
4. Hak
mengontra terpaksakan secara hukum.
Baca Juga Materi Teori Akuntansi lainnya..
0 komentar:
Posting Komentar
Berilah Komentar Apabila anda menyukai materi di atas!komentar bersifat membangun dan gunakan kata-kata sepatutnya..Terimakasih